Hakikat Kerukunan Umat Beragama
Kerukunan umat beragama merupakan salah satu topik yang tak habis-habis dikupas sebagai bahan pembicaraan oleh seluruh lapisan masyarakat di berbagai belahan dunia. Agama sendiri memiliki pengertian iman, atau kepercayaan yang tumbuh dari hati kita kepada Tuhan. Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu: menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan; menaati segenap ketetapan, aturan, hukum, dan sebagainya, yang diyakini berasal dari Tuhan. Karena itulah makna agama begitu mendalam dan bersifat individual, artinya tak ada satupun orang yang berhak memaksa orang lain menganut apa yang dipercayanya. Dengan kata lain, setiap manusia memiliki hak untuk menentukan dan menjalani kehidupan beragama sesuai dengan keyakinannya tanpa paksaan dari pihak manapun.
Masing-masing manusia dengan keyakinan yang dianut, punya persepsi dan cara tersendiri dalam menyikapi perbedaan keyakinan di lingkungan sekitarnya. Tentu saja tak ada satupun lingkup negara yang bisa lepas dari perbedaan keyakinan yang dianut masyarakatnya.
Dalam kehidupan bermasyarakat (lingkup luas atau lingkup sempit) ada tiga pengelompokkan cara pandang manusia terhadap kemajemukkan agama, yakni cara pandang eksklusif, inklusif, dan pluralis.
Cara pandang eksklusif, atau yang telah lama berkembang dan sering disebut sebagai eksklusivitas agama, adalah cara pandang sekelompok orang yang menganggap agama merekalah yang paling benar, agama lain menyesatkan, tidak ada jalan keselamatan lain di luar agama mereka. Orang-orang dengan cara pandang eksklusif kurang bersikap terbuka pada pemeluk agama lain (selain agamanya). Pandangan semacam ini masih berkembang sangat kental hingga sekarang.
Cara pandang yang terakhir adalah cara pandang pluralis, yakni cara pandang yang lebih menghargai kemajemukkan agama di dunia, karena memiliki dasar pemahaman yang sama bahwa Tuhan yang menciptakan dunia adalah Tuhan yang mengasihi seluruh ciptaanNya tanpa membedakan apapun.
Tanah air kita sendiri terkenal sebagai negara dengan beragam keyakinan masyarakatnya. Beragam keyakinan (agama) yang ada di Indonesia sudah selayaknya kita nilai sebagai suatu kekayaan negeri, seperti keragaman budaya, suku, bahasa daerah, kesenian, adat-istiadat, ras, dan lain sebagainya. Semua itu merupakan potensi yang dimiliki Indonesia.
Semangat persatuan dan kesatuan, serta nasionalisme yang menjadi pemersatu perbedaan seluruh lapisan masyarakat Indonesia harus senantiasa terjaga dan terbina selamanya. Dari peristiwa sejarah nasional, kita dapat saksikan bahwa jauh sebelum kita para pahlawan bangsa telah menerapkan teori nasionalisme dalam proses mengarungi berbagai perbedaan, demi mencapai satu tujuan, yaitu meraih kemerdekaan Indonesia, dan setelahnya mereka masih harus berjuang mempertahankan kemerdekaan itu. Nasionalisme para pahlawan dalam perjuangan beratnya itu, kini tercermin dalam semboyan Indonesia: Bhineka Tunggal Ika. Walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu! Akhirnya marilah kita menyadari bahwa kita tetap satu, dengan berbagia sudut pandang, pemikiran, budaya, suku, bahasa daerah, adat-istiadat, ras, dan keyakinan. Kita tetap satu: bangsa Indonesia. Dan pada hakikatnya kita tetap satu: makhluk ciptaan Tuhan.