Setiap manusia pasti pernah menerima kegagalan sebagai buah usahanya. seberapa kecil pun frekuensi kegagalan itu, tetap saja menimbulkan dampak negatif dan mencemari perasaan orang yang mengalaminya. Dampak tersebut semisal berupa rasa kecewa, lelah, putus-asa, dan yang paling berbahaya adalah depresi.
Kegagalan seringkali tidak dapat dicegah dan tidak terduga kedatangannya, namun setiap orang selalu bisa menyikapi dampak-dampak yang ditimbulkannya. Kegagalan sebenarnya bukanlah suatu ketidakberhasilan, melainkan suatu ketidakberhasilan yang tertunda. Hal itu benar, namun dapat menjadi salah apabila seseorang yang mengalaminya salah menyikapi. Semisal saat seseorang gagal dalam usaha atau karirnya, ia lantas kecewas, putus-asa, terpuruk, bahkan trauma mengulang usaha yang sama maupun merintis usaha yang baru. Ia akan mengalami masa stagnan panjang sebagai orang pasif, karena sehari-hari dihantui keputusasaan dan ketakutan hingga lupa jika masih ada hari depan dengan peluang-peluang baru yang bisa ia manfaatkan lebih optimal dari sebelumnya. Jika dibiarkan, keputusasaan kerap membuat seseorang kehilangan kendali diri sehingga melupakan potensi yang ia miliki. Jika sudah demikian, kegagalan benar-benar menjadi suatu ketidakberhasilan, bukan keberhasilan yang tertunda!


Kepasrahan pada Tuhan juga mempengaruhi cara manusia menyikapi kegagalan. Setiap manusia harus ingat dan percaya jika penentu takdir tetaplah Tuhan. Setiap manusia dengan keragaman misi dan tujuan hidup, wajib memperjuangkan apa yang menjadi harapan/cita-cita masing-masing, namun tetap Tuhan Yang Maha Esa lah yang menjadi penentu segalanya. Harus selalu diingat bahwa yang menjadi penentu keberhasilan bukan hanya dari usaha dan keinginan kuat manusia, tapi juga ditentukan oleh kehendak Tuhan.
